Kelurahan Gotong Royong Kecamatan Tanjung Karang Pusat

Diposting pada

Kelurahan Gotong Royong Kecamatan Tanjung Karang Pusat

Secara geografis Provinsi Lampung terletak di paling selatan Pulau Sumatera. Hal unik pada Provinsi Lampung adalah Provinsi Lampung menjadi salah satu tempat program dari pemerintah Hindia Belanda yang berupa transmigrasi masyarakat Jawa ke Lampung. Berdasarkan hal itu, maka mayoritas penduduk Lampung bukanlah suku asli Lampung, tidak heran jika kita banyak menjumpai orang-orang bersuku Jawa di Lampung.

Selain banyaknya penduduk Lampung yang bersuku Jawa, tentunya banyak perubahan-perubahan sosial juga. Misalnya dari kebiasaan, adat-istiadat, mata pencaharian, dan bersosialisasi yang berbeda-beda caranya. Terlebih di Tempat tinggal saya, hanya beberapa keluarga saja yang bersuku asli Lampung, sisanya bersuku Jawa, Palembang, Padang, dan lainnya.

Kelurahan Gotong Royong

Kelurahan Gotong Royong terletak di Kecamatan Tanjungkarang Pusat di tengah-tengah Kota Bandar Lampung. Kelurahan Gotong Royong ini bisa dibilang unik karena hampir semua penduduknya adalah beragama Islam dari berbagai macam suku. Walau dari berbagai macam suku, kami melakukan tradisi atau kebiasaan yang namanya “ngariung” atau lebih sering disebut sebagai “ngeriung”.

Sejarah tradisi ini adalah bentuk dari akulturasi dari agama islam yang menyebar luas di Banten, dan tradisi itu masuk ke Lampung seiringan dengan program transmigrasi yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Tradisi Ngeriung di Kelurahan Gotong Royong

Di Kelurahan Gotong Royong sendiri melakukan tradisi ngeriung dengan berkumpul di suatu tempat, biasanya di rumah atau di masjid dan mushollah. Kalau di masjid, biasanya hanya memperingati hari-hari besar dalam agama Islam, contohnya adalah satu Ramadhan, pertengahan bulan Ramadhan, satu Syawal, Maulid Nabi Muhammad SWT., dan lain sebagainya.

Lalu jika ngeriung dilakukan di salah satu rumah masyarakat, biasanya untuk mendoakan orang yang akan pergi Umrah, naik haji, mendoakan wanita yang sedang hamil atau memperingati bulan kehamilan, orang yang akan menikah, mendoakan orang yang telah meninggal dunia, dan sebagainya.

Penjelasan Mengenai Tradisi Ngeriung

Tradisi ngeriung ini memiliki arti berkumpul. Tradisi yang melekat di masyarakat Jawa, khusunya Banten ini adalah bentuk akulturasi dari agama Islam yang masuk ke Indonesia. Tradisi ini biasanya dilakukan di malam hari yang mayoritas dihadiri oleh pria dewasa. Ngeriung dapat di lakukan di masjid atau mushollah dah juga di rumah warga. 

Ngeriung yang dilakukan di tempat ibadah merupakan bentuk dari rasa syukur atau keberkahan atas dipertemukan kemarin dengan hari-hari istimewa dalam Islam, contohnya seperti Bulan Ramadhan, Satu Syawal, Maulid Nabi Muhammad SWT., dan lain-lain. Jika sudah mendekati hari-hari besar tersebut, pasar, supermarket, dan tempat belanja kebutuhan lainnya akan penuh dengan ibu-ibu yang berbelanja untuk kebutuhan masakan yang besar.

Hal itu dikarenakan oleh tradisi ngeriung yang memiliki peraturan tidak tertulis bahwa masyarakat diharapkan membawa besek berisi lauk-pauk yang beraneka ragam dari masing-masing rumahnya untuk di bawa ke masjid atau mushollah dan dibagikan kepada warga yang hadir dalam acara tersebut sebagai “bingkisan” untuk dibawa pulang, tidak jarang besek tersebut dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Ngeriung yang dilakukan di rumah yang hanya memperingati atau mendoakan hal-hal pribadi seperti berangkat Umrah, naik haji, mendoakan orang yang akan menikah, memperingati kehamilan, tasyakuran bayi yang baru lahir, dan mendoakan orang yang telah meninggal. Peraturan yang tidak tertulis dalam tradisi ngeriung adalah besek yang sebagai “bingkisan” merupakan tanggung jawab penuh orang yang mengandalkan acara tersebut. Biasanya banyak sanak saudara dan para tetangga yang turut membantu untuk berbelanja, memasak, dan lain sebagainya.

Tradisi Ngeriung Seiring Dengan Perubahan Zaman

Tradisi asli ngeriung awalnya hanyalah berupa perkumpulan pria dewasa dan hanya mendiskusikan hal-hal tertentu. Namun seiring dengan perkembangan zaman, ngeriung berubah menjadi tradisi memperingati hari besar, sebagai bentuk dari rasa syukur, dan mendoakan orang yang telah meninggal. Perubahan lainnya juga terdapat pada isi acaranya.

Dulu, ngeriung hanya perkumpulan pria dewasa saja, namun sekarang acara ngeriung dipimpin oleh ustadz atau seseorang yang paham akan agama dan biasanya ada ceramah mengenai keagamaan. Perubahan lainnya terdapat pada “bingkisan”, tradisi asli ngeriung tidak ada yang namanya “bingkisan” lalu sekarang, ada yang namanya “bingkisan” sebagai ucapan terima kasih kepada hadirin yang hadir pada acara ngeriung yang diadakan di salah satu rumah masyarakat. Perubahan lainnya terdapat pada hadirin yang hadir dalam acara.

Jika acaranya diadakan di masjid atau mushollah, selain pria dewasa, remaja dan anak-anak juga ikut serta dalam acara ngeriung tersebut. Namun, jika acara ngeriung diadakan di rumah, selain bapak-bapak banyak juga remaja pria yang beranjak dewasa serta wanita dewasa turut hadir dalam acara tersebut, entah sebagai membantu jalannya proses acara ngeriung ataupun ikut serta dalam berdoa.

Dari banyaknya perubahan yang saya sebutkan diatas, tentunya sangat berpengaruh dalam keberlangsungan acaranya. Salah satunya adalah dengan adanya wanita dewasa yang hadir, dapat membantu meringankan pekerjaan tuan rumah dalam menyiapkan acara ngeriung yang akan dilaksanakan.

Itulah saja penjelasan singkat tentang adanya Kelurahan Gotong Royong Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar Lampung. Semoga saja memberikan wawasan bagi semuanya yang sedang membutuhkannya.

 

Diah Ainurrohmah Adalah Alumni Jurusan Geografi dan Saat Ini Sedang Proses Penyelesaian Program Pascasarjana Geografi di Kampus Negeri Jawa Tengah